Bicara soal banjir jakarta, Nama Besar Ciliwung kembali menjadi “trending Topic” di masayarakat , Jika kita menengok jauh kebelakang ,Sungai yang memiliki panjang 120 Km dengan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) 387 Km2. Sungai ini berhulu di Gunung Pangrango, Jawa Barat, mengalir melalui kawasan Puncak, Ciawi, lalu membelok ke utara melalui Bogor, Depok, Jakarta dan bermuara di Teluk Jakarta.
Pada tahun 1500-an dimanfaatkan oleh Kerajaan Padjadjaran sebagai sarana transportasi dari ibu kota kerajaan di Pakuan (Bogor) menuju pelabuhan di pantai utara seperti Banten, Tangerang, dan Sunda Kelapa ( di masa Kerjaaan, kemudian menjadi Kota Batavia di era kolonial, dan sekarang menjadi Jakarta di era kemerdekaan ).
Sungai Ciliwung juga menjadi salah satu sumber kehidupan masyarakat Jakarta dan menjadi habitat berbagai jenis ikan.Air Sungai Ciliwung juga dimanfaatkan untuk minum dan kebutuhan rumah tangga oleh penduduk di bantaran sungai.
Pada sekitar Tahun 1600, kapal dagang berkapasitas bisa 100 ton hilir-mudik di sepanjang sungai. Ketika itu Ciliwung masih dapat dilayari oleh perahu yang cukup besar sampai ke tengah kota di sekitar Jalan Gajah Mada dan Harmoni. Bahkan, sering diselenggarakan perayaan tahunan Pek-Cun, yakni perayaan perahu berhias bagi orang Cina di Jakarta.
Tahun 1699 terjadi gempa bumi yang mengakibatkan kenaikan tingkat pengendapan. Timbunan lumpur dan tanah liat bertumpuk di parit yang digali untuk melancarkan aliran air ke dan dari sungai.
Sayang sekitar tahun 1740 air sungai mulai tercemar penyebabnya karena perilaku masyarakat yang membuang segala sampah bahkan buangan air limbah rumah sakit dialirkan ke sungai. Banyak masyarakat yang memanfaatkan air sungai ciuliwung menderita disentri dan kolera sehingga angka kematian yang sangat tinggi di antara warga Batavia.
Ada persepsi yang unik terjadi di masa itu, kebanyakan orang China yang minum teh jarang terjangkit penyakit akibat air, orang belanda pada saat itu beranggapan bahwa orang cina itu makan daun teh agar tetap sehat mereka pun menirunya, tentu saja hal ini tidak berhasil. Bahkan ada seorang dokter masih meresepkan daun teh daripada air teh yang dimasak. karena orang cina minum teh dengan air yang matang, pada masa itu orang belum tahu kalau kuman dalam air akan mati kalau airnya dimasak sampai mendidih.
Setelah menyadari bahwa air itu mesti diolah terlebih dahulu sampai dengan abad 19 air sungai ciliwung masih digunakan oleh orang belanda untuk minum. Orang Belanda membangun semacam waduk untuk penampungan air di dekat Benteng Jacatra, bagian utara kota, yang kemudian dipindahkan ke tepi Molenvliet sekitar daerah Medan Glodok. Waduk ini dilengkapi dengan pancuran-pancuran kayu yang mengucurkan air dari ketinggian kira-kira 3 m, oleh orang Betawi dinamakan Pancuran.
Tahun 1922, Pemerintah Kolonial membuat banjir kanal barat dari Manggarai di kawasan Selatan Batavia hingga ke Muara Angke. Pembuatan kanal banjir itu guna memecah aliran dan menghindari bahaya banjir. Seiring peralihan fungsi hutan karet menjadi perkebunan teh di daerah puncak di jawa barat, yang mengakibatkan semakin meningginya debit air akhirnya Banjir kanal Barat diperlebar dengan memperluas daya tampung dan mempertebal tebing kanal.
Pada Tahun 1973 para teknisi Belanda dalam Netherlands Engineering Consultants (Nedco) MERANCANG dua terusan besar yang melingkari Jakarta, yakni bAnjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur. Rencana pembangunan Banjir Kanal Timur baru dituangkan dalam Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 dan pelaksanaan pembangunan baru dimulai tahun 2001.Penataan kembali Banjir Kanal Timur dikerjakan pada Tahun 2017.
Persoalan Banjir memang sudah ada sejak jaman kolonial, perilaku hidup bersih dan pengelolaan sampah yang baik perlu terus ditanamkan kepada masyarakat, Bagi pemerintah penataan bantaran sungai, pembangunan jaringan kanal, rumah pompa, rencana tanggul laut dan penataan kawasan hulu menjadi hal yang perlu diperhatikan.
Discussion about this post